Mengenal program postdoctoral dan manfaatnya – Bagian I

Halo sahabat Assosiasi MITRA! Pada kesempatan ini, saya akan berbagi pengalaman sebagai peneliti postdoctoral di universitas di Amerika Serikal. Dalam artikel ini, saya akan memperkenalkan tentang program postdoctoral, tujuan dan manfaat dari program postdoctoral. Pada bagian kedua dari artikel ini, … Continue reading

Berbagi Pengalaman Mendaftar Visa J-1 ke Amerika Serikat

Hai! Perkenalkan saya, Albert. Saat ini, sedang berada di Amerika Serikat sebagai seorang postdoctoral di Washington University di St. Louis.

Pada tulisan ini, saya akan berbagi pengalaman dan juga prosedur untuk mendaftar kategori visa J-1 ke Amerika Serikat. Kategori visa ini merupakan jenis visa non-immigrant yang diperuntukkan untuk mereka yang bertujuan ke negara Amerika Serikat dalam rangka pertukaran,  baik budaya maupun pendidikan. Sebagai contoh, untuk mengikuti program short-course, studi lanjut yang disponsori oleh pemerintah, dan juga program penelitian seperti postdoktoral.

Tampilan depan website untuk pengisian formulir DS-160 (Sumber: web)

Mempersiapkan dokumen visa

Langkah pertama yang harus calon pendaftar lakukan adalah mengisi formulir pengajuan visa secara elektronik (DS-160) melalui tautan ini. Formulir ini bisa disimpan untuk diselesaikan dikemudian hari, tetapi pendaftar perlu untuk menyimpan application ID dan mengingat jawaban pertanyaan keamanan untuk mengakses formulir itu lagi.

Saran dari saya sewaktu mengisi formulir DS-160 untuk sering menyimpan halaman yang sudah diisi. Hal ini dikarenakan formulirnya sering time-out jika tidak dibiarkan beberapa saat (sekitar 1 menit). Kemudian untuk memudahkan selama pengisian formulir, sebaiknya disiapkan terlebih dahulu beberapa informasi dasar yang diperlukan untuk pengisian formulir. Sebagai contoh, informasi tentang perjalanan ke Amerika Serikat, detail kontak selama di sana, dan juga alamat selama di sana.

Oh iya, untuk visa J-1, pendaftar juga memerlukan dokumen tambahan yaitu DS-2019. Dokumen ini  menjelaskan sumber sponsor selama durasi program di Amerika Serikat dan juga deskripsi tentang program yang diikuti selama berada di sana. Dokumen ini dikeluarkan dan dikirimkan secara fisik melalui pos oleh universitas atau institusi asal tempat pelaksanaan program pertukaran tersebut. Saran saya, teman-teman usahakan untuk mengurus dokumen ini sedini mungkin dikarenakan waktu proses dari universitas dan juga pengiriman melalui pos yang cukup lama.

Nah, saat mengisi formulir DS-160, teman-teman juga akan diminta detail tentang ID program dan juga nomor SEVIS. Dua informasi ini tertera dalam dokumen DS-2019. Akan tetapi, teman-teman bisa menanyakan langsung ke lembaga pemberi sponsor tanpa harus menunggu DS-2019.

Contoh bukti konfirmasi pengisian DS-160 (Sumber: pribadi)

Setelah pengisian DS-160 selesai, teman-teman bisa membayar biaya visa. Terlebih dahulu, teman-teman perlu untuk membuat profil pengajuan visa secara daring melalui tautan ini. Setelah selesai membuat profil daringnya, teman-teman bisa mengikuti langkah-langkah untuk pendaftar visa baru sesuai instruksi. Setelah itu, teman-teman akan memperoleh virtual number yang diperlukan ketika melakukan pembayaran. Pembayaran biaya bisa dilakukan melalui transfer atau langsung pembayaran langsung di Bank CIMB Niaga bagi pendaftar di Indonesia. Untuk visa J-1, biaya visa adalah sebesar USD 160. Detail selengkapnya bisa dilihat di sini.

Oh iya, untuk visa Amerika Serikat sendiri ada Namanya program interview waiver. Nah, jika teman-teman memenuhi persyaratan untuk program ini, maka teman-teman tidak perlu melewati tahapan wawancara di kedutaan Amerika Serikat setempat. Untuk mengecek apakah teman-teman memenuhi persyaratannya, dapat dicek di sini. Nah, jika teman-teman memenuhi kualifikasi untuk program tersebut tetapi memilih untuk mengikuti wawancara, dapat diubah dengan menghubungi langsung call center mereka atau opsi lainnya yang dapat dilihat di sini.

Menjadwalkan waktu dan membawa berkas wawancara

Nah, menjadwalkan wawancara, teman-teman dapat melakukan melalui portal aplikasi atau dapat juga melalui telpon ke call center. Tempat wawancara visa Amerika Serikat di Indonesia bisa dilakukan di dua lokasi yakni, di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta dan di Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya.

Contoh bukti konfirmasi jadwal wawancara visa (Sumber: Pribadi)

Oh iya, teman-teman yang mendaftar visa J-1 juga wajib untuk membayar biaya I-901 sejumlah USD 220 yang dapat dilakukan melalui tautan ini.

Contoh bukti pembayaran I-901 (Sumber: Pribadi)

Sebelum wawancara nanti, teman-teman perlu membawa dokumen-dokumen berikut ke lokasi wawancara:

  • Surat bukti pendaftaran wawancara visa
  • Bukti bayar biaya visa
  • Bukti bayar biaya I-901
  • Formulir DS-160 (halaman depan saja)
  • Foto visa Amerika Serikat sebanyak 1 lembar sesuai persyaratan
  • DS-2019 yang original

Jika ada dokumen lain yang teman-teman pikir dapat mendukung aplikasi visanya, bisa juga dibawa. Waktu itu, saya juga membawa offer letter untuk program yang diikuti dari kampus.

Alur wawancara visa

Nah jika semua itu telah dipersiapkan, teman-teman tinggal datang ke tempat wawancaranya saja. Saran saya, untuk datang ke tempat wawancara 15-30 menit sebelum waktu wawancara yang dijadwalkan. Untuk teman-teman yang mengikuti wawancara di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, saran saya untuk tidak membawa barang-barang berukuran besar seperti laptop dikarenakan tidak disediakan tempat penitipan untuk barang-barang tersebut. Setelah teman-teman melewati security screening dan memperoleh visitor badge dari pihak keamanan, teman-teman akan melalui beberapa bilik sebelum mengantri untuk wawancara. Bilik pertama adalah untuk pemeriksaan dokumen-dokumen yang dibawa. Jika ada dokumen yang tidak sesuai persyaratan, maka akan disuruh melengkapi terlebih dahulu (bisa dilengkapi pada hari yang sama atau dijadwalkan ke keesokan harinya). Bilik kedua adalah untuk melakukan rekapan sidik 10 jari. Setelah melalui dua bilik tersebut, barulah teman-teman mengantri untuk wawancara dengan petugas konsulernya. Wawancara sendiri hanya berlangsung sekitar 10 menit dan beberapa informasi yang ditanyakan antara lain, kepentingan selama berada di Amerika Serikat, durasi program, informasi tentang pemberi sponsor selama berada di Amerika Serikat, pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan sebelumnya, dan informasi apakah pernah ke Amerika Serikat sebelumnya atau tidak. Setelah wawancara, teman-teman akan langsung diinfokan tentang sukses atau tidaknya aplikasi visa. Jika sukses, teman-teman tinggal menunggu untuk pengembalian paspor dan juga visanya.

Pengambilan paspor dan visa

Untuk pengembalian paspor, ada beberapa jalur. Teman-teman bisa melalui jasa kurir yang ditentukan oleh pihak kedutaan yakni, RPX, untuk dikirimkan ke alamat teman-teman. Akan tetapi, teman-teman perlu mengecek apakah alamat teman-teman masuk dalam lokasi yang dijangkau oleh RPX. Selengkapnya dapat dilihat di sini. Alternatif lainnya adalah dengan langsung mengambil ke lokasi RPX. Untuk di Jakarta, RPX berlokasi di Jl. Pal Batu 1 No. 19, Jakarta Selatan (lokasi pengambilan paspor dan visa bertempat di lantai 2 gedung RPX). Jika teman-teman ingin mengubah opsi pengambilan, teman-teman dapat menghubungi langsung call center nya ya.

Contoh bukti visa telah disetujui (Sumber: Pribadi)

Sekian artikelnya ya. Selamat untuk teman-teman yang telah disetujui visanya dan selamat mempersiapkan untuk yang sedang atau akan mendaftar visa!

Kilas Balik Pengalaman Mendaftar 8th Heidelberg Laureate Forum hingga Diundang

Heidelberg Laureate Forum adalah sebuah forum yang mempertemukan 200 ilmuwan muda dalam bidang matematika dan ilmu komputer dari seluruh dunia untuk saling berbagi hasil riset dan berjejaring bersama selama 1 minggu di Kota Heidelberg, Jerman. Forum yang pertama kali diinisiasi … Continue reading

Forum Diskusi Online Mahasiswa dan Dosen di Australia – Albert Christian Soewongsono S.Si., M.Math.Sci. (Adv)

Dalam artikel sebelumnya saya sempat menyinggung tentang sebuah forum online yang dipakai mahasiswa dan dosen di Australia sebagai media untuk berdiskusi, pengumpulan tugas, penyampaian materi, hingga menonton rekaman video perkuliahan. Kalian bisa lihat artikel sebelumnya lewat link di bawah ini;

(https://assosiasimitra.wordpress.com/2019/06/12/berbagi-pengalaman-sebagai-tutor-di-universitas-di-australia/

Artikel ini dibuat untuk teman-teman yang sedang mempersiapkan kuliah di luar negeri untuk pertama kalinya, terutama Australia, sehingga ketika perkuliahan dimulai, teman-teman sudah mengetahui beberapa hal terkait sistem pembelajaran disana. Artikel ini juga bisa sebagai pembelajaran bagi sistem pendidikan tinggi di Indonesia agar kedepannya sistem seperti ini dapat diterapkan.

Tampilan Awal Wattle

Tampila awal wattle

Seperti dikatakan di atas, universitas-universitas di Australia mempunyai forum diskusi online masing-masing. Jika di ANU namanya Wattle, di universitas Monash juga mempunyai nama tersendiri, yakni Moodle. Saya akan mengambil contoh forum diskusi yang digunakan ANU dalam artikel ini. Untuk memulai artikel ini, saya akan menjelaskan beberapa fungsi yang biasanya digunakan mahasiswa dan dosen melalui forum tersebut.

  • Terhubung ke Fasilitas Universitas Lainnya

Selain sebagai media diskusi mata kuliah, menu-menu di Wattle juga terhubung ke fasilitas lainnya di ANU seperti, perpustakaan digital, akses ke fasilitas kesehatan dan inklusi, email universitas, hingga laman untuk mendaftar mata kuliah dan pembayaran. Jadi, bagi mahasiswa, hal ini dapat menghemat waktu mencari karena cukup mengakses ke Wattle saja untuk melihat menu lainnya.

  • Sebagai Media Penyampaian Materi Kuliah

Setiap dosen mata kuliah di ANU wajib menyiapkan materi perkuliahannya untuk dimuat di halaman mata kuliahnya di Wattle sebelum perkuliahan dimulai. Informasi seperti struktur mata kuliah, bacaan-bacaan pendukung, tata cara pengumpulan tugas, hingga bobot penilaian tugas dan ujian wajib diunggah dari jauh hari. Jika di Indonesia pertemuan pertama dengan mahasiswa di kelas masih dipakai untuk kontrak kuliah, maka di Australia pertemuan pertama sudah langsung untuk membahas materi kuliah. Dosen disana hanya akan mengingatkan masing-masing mahasiswa untuk mengecek informasi yang sudah diunggah tersebut. Sepanjang perkuliahan berjalan, setiap minggunya dosen akan memperbaharui halaman forum dengan materi-materi yang sudah disampaikan di kelas (biasanya berupa powerpoint atau hasil scan materi yang ditulis oleh dosen). Nah, hal ini tentu sangat berguna bagi mahasiswa yang melewatkan sesi perkuliahan dan juga bagi mereka yang kedepannya akan mengambil mata kuliah itu di semester berikutnya, kenapa demkian? Dalam kehidupan kampus di Indonesia, kebanyakkan dari kita mungkin pernah mengalami yang namanya, meminta materi perkuliahan ke senior-senior yang pernah mengambil mata kuliah yang akan kita ambil. Beruntung jika mendapatkan materi dari senior yang rajin mencatat ketika perkuliahan, jika tidak maka kita tentu tidak dapat memperoleh materi secara utuh bukan?

Di ANU, mahasiswa masih dapat mengakses halaman diskusi mata kuliah yang diambil pada satu semester sebelumnya, sehingga jika materi mata kuliah yang diambil sekarang masih berhubungan dengan mata kuliah semester sebelumnya, mahasiswa tidak perlu pusing-pusing meminta materi ke senior lagi.

Wattle materi

Materi Perkuliahan yang diunggah oleh dosen ke Wattle

  • Dapat Mengakses Video Perkuliahan

Salah satu fungsi dari Wattle adalah terhubung langsung ke Echo360. Echo360 adalah suatu sistem yang diimplementasikan dalam ruangan kelas dan digunakan oleh dosen untuk merekam materi perkuliahan di kelas, baik berupa rekaman suara, layar presentasi, hingga rekaman tulisan di papan kelas. Rekaman ini selanjutnya dapat diakses mahasiswa untuk ditonton sesuai mata kuliah masing-masing. Di Australia, kehadiran mahasiswa di kelas tidak menjadi persoalan, sehingga bagi mereka yang tidak hadir di kelas, dapat menonton rekaman tersebut. Teman-teman jangan berpikir bahwa dengan kehadiran fasilitas ini, mahasiswanya menjadi malas untuk datang ke kelas mengikuti perkuliahan. Mengikuti perkuliahan di kelas secara langsung mempunyai manfaat, antara lain,mahasiswa dapat mempunyai kesempatan bertanya ke dosen pada saat itu juga tentang materi sebelumnya dan materi yang sementara dibahas.

Sistem pendidikan tinggi di Australia memungkinkan mahasiswa dari jurusan yang berbeda untuk mengambil mata kuliah dari jurusan yang lain. Jadi, jangan heran ketika berada di dalam kelas terdapat mahasiswa dari beberapa jurusan. Sistem inilah yang menyebabkan biasanya terjadi ‘tabrakan’ jadwal mata kuliah, sehingga mereka yang mengalami hal ini terpaksa harus menonton rekaman perkuliahan. Rekaman kuliah ini sangat bermanfaat terutama saat musim ujian telah dimulai, karena dapat digunakan untuk review materi yang dipelajari sejak awal perkuliahan. Kita disini juga dapat menerapkan ini tanpa harus mengimplementasikan sistem untuk perekaman di masing-masing kelas, yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Caranya adalah cukup dengan menggunakan kamera ponsel sebagai alternatif, untuk selanjutnya dapat diunggah ke platform-platform seperti Youtube. Di ANU, tidak semua kelas sudah terpasang sistem ini, sehingga biasanya mahasiswa berinisiatif sendiri untuk merekam materi perkuliahan untuk kemudian diberikan ke dosen agar dapat diunggah ke halaman Wattle, dan diakses oleh mahasiswa lain.

Echo Wattle

Arsip Rekaman Perkuliahan

  • Sebagai Tempat Diskusi 24/7

Forum diskusi di Wattle dibagi menjadi dua jenis; Pertama namanya News Forum, yakni sebuah forum satu arah yang hanya bisa digunakan oleh dosen dan para tutor untuk memberikan informasi seputar mata kuliah seperti, pemberitahuan tugas atau solusi tugas telah diunggah, pembatalan sesi perkuliahan, dan kelas pengganti, serta hal lainnya yang berhubungan dengan perkuliahan tersebut. Forum lainnya adalah Discussion Board yang merupakan forum diskusi antar mahasiswa dan dosen serta tutor seputar perkuliahan. Dalam forum ini, mahasiswa bebas menanyakan apa saja terkait mata kuliah seperti, pembahasan materi yang kurang dipahami, tugas mata kuliah, hingga soal dalam ujian-ujian tahun sebelumnya. Meskipun begitu, sebagai dosen atau tutor biasanya tidak akan langsung menjawab pertanyaan dari mahasiswa apabila terkait materi kuliah. Tujuannya adalah agar mahasiswa dapat saling berdiskusi terlebih dahulu, ketika dirasa sudah cukup barulah dosen atau tutor akan ikut nimbrung juga. Di Indonesia, mungkin sudah tidak asing lagi dengan hal seperti mahasiswa mengirimkan pesan singkat ke dosennya diluar jam kantor untuk bertanya tentang materi perkuliahan ataupun hal-hal seputar perkuliahan lainnya. Hal itu mungkin dirasa agak mengganggu oleh kebanyakan pengajar, dan tidak jarang mahasiswa tidak mendapatkan respon balik. Dulu sewaktu saya menempuh studi s1, keinginan untuk bertanya ke dosen melalui pesan singkat juga saya rasakan, terlebih ketika sedang review materi perkuliahan yang baru saja diperoleh di kelas. Menurut saya, mahasiswa tidak bisa disalahkan juga, meskipun sering dibilang kalau sudah menjadi mahasiswa maka harus mandiri dalam mencari jawaban dari pertanyaan. Akan tetapi, mahasiswa perlu juga untuk difasilitasi dalam proses mencari jawaban tersebut. Ketersediaan forum diskusi seperti ini tentu memudahkan mahasiswa dalam bertanya dan tersalurkan melalui wadah yang tepat juga.

Diskusi Wattle

Tampilan Forum Diskusi di Wattle

Demikian beberapa fitur bermanfaat dari Wattle yang biasa digunakan oleh mahasiswa, dosen dan tutor. Dari cerita teman-teman yang berkuliah di Indonesia, sebenarnya fasilitas seperti ini sudah tersedia. Akan tetapi, tidak diterapkan dalam proses perkuliahannya baik karena pengajarnya tidak paham pemakaiannya hingga kurang inisiatif dari pengajarnya. Mungkin karena kita sudah terbiasa dengan sistem pembelajaran yang konvensional ya, dimana proses pertukaran ilmu hanya di dalam kelas saja. Harapan saya, berkaca dari manfaat-manfaat adanya forum ini sebagaimana dipaparkan di atas, dosen dapat mulai mengimplementasikan hal ini sejak dini, dan pada pertengahan kuliah dan di akhir bisa meminta feedback dari mahasiswa untuk melihat respon dari mahasiswa terkait forum ini, agar kedepannya lebih baik lagi. Di artikel lainnya, saya akan membahas juga tentang sistem pemberian feedback dari universitas di Australia kepada staf universitas dan juga mahasiswa. Barangkali bisa ada hal positif yang bisa kita ambil dan terapkan. Nah bila di universitas tempat teman-teman mengajar tidak terdapat fasilitas forum ini, bisa memakai Google Classroom (https://www.youtube.com/watch?v=uVJHM5V7l2M&feature=youtu.be). Selain gratis, fasilitas yang disediakan juga hamper sama seperti forum diskusinya ANU. Di situ dapat mengunggah materi, pengumpulan tugas, dan terdapat forum diskusi yang bisa diakses oleh mahasiswa. Saya rasa, sudah saatnya kita untuk keluar dari zona nyaman demi kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia. Sekian dan sampai bertemu di pembahasan berikutnya ya!

Pengalaman Mendaftar Program PhD di Universitas Luar Negeri (Mencari Supervisor Hingga Melamar Beasiswa)

Foto

Beberapa hari lalu, tepatnya pada 31 Mei 2019, saya mendapatkan sebuah surel dari Graduate Research Office yang menyatakan bahwa saya diterima untuk program Doktoral (Matematika) di Universitas Tasmania (UTAS). Tentu sebuah kabar yang membahagiakan, dan terlebih lagi, saya dinyatakan juga berhak atas Tasmania Graduate Research Scholarship yang membiayai semua biaya perkuliahan saya selama menempuh studi Doktoral di UTAS dan juga biaya hidup sehari-hari disana hingga selesai studi. Kabar-kabar bahagia tersebut sekaligus mengakhiri penantian saya selama kurang lebih dua bulan lamanya sejak pertama kali menjalin komunikasi dengan pihak universitas. Dalam periode penantian di Kupang setelah diwisuda dari Australian National University (ANU) pada Desember tahun kemarin, saya menghabiskan waktu untuk mengajar di Prodi Matematika Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana. Selain itu, keseharian saya juga diisi dengan mengadakan diskusi-diskusi daring seputar LPDP, salah satunya melalui forum diskusi Berburu Beasiswa Ala FAN (BBAF) Rote beberapa waktu yang lalu.

Apabila yang dipersiapkan berjalan sesuai yang direncanakan, maka tersisa kurang lebih 1 sampai 2 bulan lagi sebelum saya memulai program Doktoral. Oleh karena itu, sembari menunggu momen itu tiba dan juga memenuhi permintaan beberapa teman, saya ingin berbagi pengalaman saya ketika melamar PhD, yaitu mulai dari mencari supervisor, menulis proposal riset, hingga proses melamar beasiswa.

Mencari Supervisor

Saya akan berbicara sedikit tentang studi magister saya beberapa waktu lalu sebagai pengantar. Jadi, di tahun kedua saya di ANU, program magister saya, Masters of Mathematical Sciences (Advanced), mewajibkan untuk menulis tesis yang berbobot sekitar 25% dari total sks. Ketika itu saya dibimbing oleh Prof. Conrad J. Burden untuk topik riset dengan judul “ The Most Recent Common Ancestor of a Randomly Chosen Sample in a Galton-Watson Process “ (Paper dapat dibaca di: https://arxiv.org/abs/1904.10664). Nah, apabila teman-teman juga melakukan riset ketika studi magister, maka salah satu opsi mencari supervisor untuk PhD adalah dengan menanyakan kesediaan dari supervisor ketika S2 untuk kembali menjadi supervisor PhD teman-teman. Namun, bagi teman-teman yang tidak diwajibkan atau tidak mengambil riset sewaktu S2, maka sepengetahuan saya, untuk melamar program Doktoral di Universitas di luar negeri diperlukan pengalaman riset dengan bobot sekurang-kurangnya 25% dari total sks pada studi sebelumnya. Hal tersebut dapat disiasati dengan melakukan riset-riset setelah studi secara mandiri, dan hasil riset tersebut dapat teman-teman tambahkan dalam Curriculum Vitae masing-masing ketika mendaftar program PhD. Selain pengalaman melakukan riset, salah satu aspek yang juga dinilai ketika mendaftar lowongan PhD dan beasiswanya adalah hasil belajar ketika menempuh studi magister. Di Australia, kebanyakan universitas mewajibkan calon pendaftar untuk memiliki Upper Second Class Honours  atau First Class Honours (https://en.wikipedia.org/wiki/Honours_degree).  Oleh karena itu, bagi teman-teman yang sementara studi S2, berusahalah semaksimal mungkin terlebih jika mempunyai keinginan untuk studi lanjut.

Jika pada poin sebelumnya dikatakan bahwa supervisor S2 bisa dijadikan opsi tercepat apabila ingin melanjutkan studi S3, hal ini tidak menjadi opsi saya. Sebab, supervisor S2 saya akan segera pensiun sehingga hanya akan hadir sebagai visiting fellow di universitas. Nah, untuk itu kita akan membahas poin berikutnya, yakni ”koneksi”. Waktu itu sebelum saya balik ke Indonesia, supervisor saya sempat menanyakan apabila saya mempunyai keinginan untuk lanjut studi lagi. Sepulang saya ke Indonesia, saya mengirim surel kepada supervisor saya untuk bertanya apabila beliau mempunyai rekomendasi calon supervisor PhD yang dapat saya hubungi. Dari sekian banyak daftar nama yang diberikan, saya mengontak rekan beliau sewaktu mengikuti konferensi Phylomania di UTAS (http://www.maths.utas.edu.au/phylomania/phylomania2018.htm), yang pada akhirnya menjadi supervisor untuk studi Doktoral.

Sebelum saya lanjut ke pengalaman selama menjalin komunikasi dengan calon supervisor S3 waktu itu, saya ingin menekankan beberapa poin penting. Yang pertama, usahakan untuk terus memperluas koneksi teman-teman, karena kita tidak tahu dari mana kesempatan itu akan datang, bisa saja dari teman sewaktu studi maupun dari rekan kerja hingga dari supervisor. Selanjutnya, teman-teman harus berani mengambil inisiatif terlebih dahulu. Jika pada waktu itu saya tidak menghubungi supervisor saya lagi, maka saya tentu tidak akan memperoleh daftar kontak untuk dihubungi, meskipun sebelum berpulang ke Indonesia supervisor saya sudah menanyakan mengenai hal tersebut.  Patut diingat oleh teman-teman agar jangan takut untuk bertanya, karena staf akademik disana sangat menyambut baik pertanyaan teman-teman, jika mereka tidak bisa, akan diusahakan untuk mengalihkan pertanyaan teman-teman ke orang lain yang dapat dihubungi.

Saat pertama kali menjalin komunikasi dengan calon supervisor S3 saya, beliau sangat menyambut baik, bahkan memberitahukan saya posisi PhD yang sedang dibuka, serta menginformasikan saya mengenai beasiswa yang sedang dibuka. Sebelum itu, saya juga diminta untuk mengirimkan CV, transkrip akademik, dan juga tesis saya. Beliau tertarik dan menanyakan apabila beliau beserta tim bisa mewawancarai saya lebih lanjut dan meminta saya untuk mengatur jadwal yang sesuai dengan waktu saya. Saran saya, ketika diberikan pertanyaan seperti itu sebaiknya teman-teman terlebih dahulu menanyakan waktu dari supervisor untuk mencocokan jadwal. Keesokan harinya setelah mendapatkan surel tersebut, saya diwawancarai via Skype oleh tim supervisor yang berlangsung secara serius namun santai. Mereka menanyakan hal-hal seputar: tesis, kesediaan saya untuk menempuh studi lanjut jika diterima, aktivitas saya sepulang studi, deskripsi projek yang akan dilakukan selama studi secara umum. Di akhir wawancara , saya sudah mendapatkan kepastian bahwa mereka bersedia untuk menjadi tim supervisor saya untuk studi Doktoral, dan langkah berikutnya adalah mendaftarkan ke universitas dan juga beasiswa. Nah, bagi teman-teman yang belum tahu, alur pendaftaran studi Doktoral dan studi magister sedikit berbeda, terutama mereka yang mengambil Masters by Coursework. Pada studi magister, teman-teman harus mendaftar universitas terlebih dahulu kemudian mencari supervisor ketika sudah menempuh studi, sedangkan untuk PhD, yang paling penting adalah untuk menemukan supervisor terlebih dahulu kemudian mendaftarkan ke universitas. Hal ini dikarenakan, supervisor S3 juga akan berperan dalam proses pendaftaran universitas dan beasiswa dengan memberikan rekomendasi.

Berikutnya saya akan berbagi tentang salah satu poin penting ketika mencari supervisor, yakni menulis proposal riset yang baik. Dari pengalaman saya ketika menulis proposal riset, poin-poin yang harus teman-teman cantumkan antara lain (Poin-poin ini berdasarkan dari saran supervisor saya dan guideline dari universitas):

  • Judul Riset
  • Tujuan dan Objektif Riset
  • Kepentingan Riset untuk Bidang yang Ditekuni
  • Metodologi Riset
  • Hasil-Hasil yang Diharapkan
  • Penyelesain Riset dalam Waktu yang Diberikan
  • Ketersediaan Supervisor dan Sumber Pembiayaan

 

Melamar Beasiswa

Proses melamar beasiswa (http://www.utas.edu.au/research/degrees/scholarships/international-scholarships#752910)

di UTAS sejalan dengan proses melamar ke program yang dituju dan yang perlu dilakukan adalah mengindikasikan keinginan kita untuk mendaftarkan beasiswa yang dituju di formulir aplikasi. Oh iya, sebelum itu, apabila teman-teman mendaftar secara mandiri, semua proses pendaftaran dilakukan secara onlie melalui website universitas. Yang pertama dilakukan adalah melengkapi Expression of Interest (EOI), setelah mendapatkan undangan dari pihak Universitas barulah teman-teman melengkapi aplikasi pendaftarannya

(http://www.utas.edu.au/research/degrees/apply-now). Nah, dalam proses pendaftaran tersebut, teman-teman juga diwajibkan untuk mendapatkan 2 referee reports yang mengetahui latar belakang akademik dan juga potensi riset teman-teman.  Pemberian rekomendasi juga dilakukan secara online dan dikirimkan langsung oleh pihak Universitas ke alamat surel masing-masing pemberi rekomendasi yang saya nominasikan. Waktu itu saya mendapatkan rekomedasi dari supervisor S2 dan juga dari Ibu Maria Lobo, rekan kerja di FST Matematika Undana yang juga merupakan dosen saya saat menempuh studi S1. Penting diingat dan sudah saya sebutkan sebelumnya, bahwa kita perlu menjalin koneksi seluas-luasnya. Mungkin pada saat ini kita belum mengetahui kepetingannya, tetapi percayalah suatu saat di masa mendatang, koneksi yang teman-teman bangun itu akan dibutuhkan. Hal lain yang juga penting dan terkadang dilupakan adalah, selama proses penantian tersebut (pengumuman beasiswa dan juga aplikasi universitas), usahakanlah untuk terus menjalin komunikasi dengan calon supervisor baik itu sekedar diskusi tentang riset atau hanya untuk menanyakan tentang perkembangan aplikasi beasiswa dan universitas.

Selamat menyelesaikan studi bagi teman-teman yang sedang menempuh studi dan juga selamat mencari beasiswa dan mendaftar kampus bagi teman-teman yang berencana untuk studi lanjut!

Oleh:  Albert Christian Soewongsono – PhD Candidate (Math) at Tasmania University. Email: albertchristian1997@gmail.com

 

EMBRACE THE FUTURE, STAND FOR COUNTRY

 

Foto2.jpg

Tim Debat SMAN 1 Kupang di Brawijaya English Tournament 2019 (kiri-kanan: Debora, Tara, Pedro, Santy, Saya)

“Seorang remaja itu seharusnya tidak membiarkan dirinya dipermainkan oleh waktu, karena bukan waktu yang menentukkan masa depan kita, melainkan kita yang menentukkan kapan masa depan itu akan terwujud”

Saya bukanlah SI BINTANG sewaktu SD, atau SI JENIUS ketika SMP, namun saya telah melalui banyak hal yang membawa saya duduk di bangku SMAN 1 Kupang sebagai SI KRITIS. Singkatnya, saya awalnya iseng mengikuti kegiatan di dunia baru bersama English Club (EC). Banyak hal yang telah saya lewati bersama teman dan senior di EC. Di perkumpulan itu saya dibina menjadi seorang debater. Menjadi Debater yang handal bukan persoalan mudah, setiap kali jari menulis rentetan argumen harus pula diikuti dengan logika dan pikiran yang logis. Beberapa lomba untuk mewakili nama sekolah kami di luar kota sudah saya ikuti. Lomba pertama memang tak meninggalkan kesan yang memuaskan, kalah wajar, kecewa pun wajar. Momen kekalahan itu terjadi di Bandung (Penabur English Debating Championship), bisa dibilang tim kami yang notabene masih kelas 10 merasakan tekanan luar biasa oleh sebab lawan-lawan kami yang terbilang sudah benar-benar menguasai bidangnya. Namun meskipun begitu, tekad dan ambisi kami telah menjadi senjata yang tangguh untuk bersaing disana. Kami tidak kalah tanpa perlawanan, kami kalah dengan terhormat. 

Perjalanan saya sebagai seorang debater tidak berhenti disitu. Lomba kedua, saya bermain di kandang sendiri, di SMAN 1 Kupang; Smansa English Debating Championship yang menjadi kali kedua saya bertanding lomba debat. Tak dipungkiri bahwa debater dari sekolah-sekolah lain tak kalah hebatnya. Kejuaraan saat itu membawa titik terang dari hasil kerja keras serta latihan yang disiplin sehingga tim saya dapat meraih posisi ke-3.
Melakukan rutinitas yang sama kadang membosankan, hal inilah yang sempat mempertemukan saya dengan titik jenuh dalam berdebat. Apalagi saya memegang posisi 3rd speaker yang kerjanya hanya merangkum 1st dan 2nd speaker. Kelihatan biasa-biasa saja dan cukup membosankan, bukan?. Tetapi, rasa jenuh itu cepat memudar mengingat passion saya dalam berdebat itu bisa dikatakan “lagi panas-panasnya”. Di awal maret baru-baru ini, saya dikejutkan dengan sesuatu yang tak saya perkirakan. Saya memegang posisi 1st speaker dengan tim yang baru untuk pergi ‘berperang’ di Brawijaya English Tournament yang bertempat di Malang. Awalnya saya berpikir akan canggung dengan tim yang baru apalagi dua orang di tim saya itu kelas 11. Namun, ternayata semuanya berjalan lancar, tidak ada kecanggungan dan malahan kami bertiga menjadi Tim yang kompak. Di brawijaya dengan kompleks kampusnya yang luas menambah kesan baru dan menantang bagi kami. Ketika preliminary round, kami semangat untuk bertanding dan meraih Victory Points sebanyak-banyaknya untuk dapat lolos ke 16 besar. Dari 4 ronde yang ada kami hanya dapat menghasilkan 2 Victory point/poin kemenangan dan hal tersebut membuat kami kurang yakin untuk dapat lolos. Menjelang Breaking Announcement, tidak satu pun dari kami yang berharap lebih. Namun, firman ini menghancurkan keraguan tersebut

“God didn’t bring you this far to leave you”(Philippians 1:6 )

Ya, kami berhasil masuk ke 16 besar dengan apa yang kami percaya telah kami lakukan semaksimal mungkin.

Sulit memang untuk masuk 8 besar yang sayangnya tak berhasil kami lewati, tetapi apa yang telah terjadi dapat menjadi permulaan bagi masa depan saya dan juga nama baik sekolah maupun daerah asal saya. Saya berdebat bukan untuk sekadar mendapat piala, melainkan juga untuk mendapat pengakuan akan perjuangan dan untuk memotivasi generasi-generasi muda dalam berpikir kritis yang akan menjadi tunas muda dalam membangun negara.

“Try to not become a man of success
But, rather try to become a man of value”
By Albert Einstein.

Oleh Junita Christine Soewongsono
Siswi Kelas X SMAN 1 Kupang
Anggota English Debating Club (EDC) SMAN 1 Kupang

Alda’s Experience Joining International Day of the Girl in Paris 2017

On 25th September 2015, the 194 countries of the UN General Assembly adopted the 2030 Development Agenda entitled Transforming our world: the 2030 Agenda for Sustainable Development and point number 5 of that Sustainable Development Goals (SDG) is  to achieve … Continue reading